Saturday, August 22, 2009

I'm Just Ordinary Girl in So Not Ordinary World

I want to wear fancy clothes
I want to wear fancy shoes
Can have spa, body care treatment
mani-pedi, hair stylist any moment

I want to drive cool cars
I want to have exotics pets
Can have a pool in my backyard
and a big futuristic mansion house

I think that's is so selfish
But i'm not a two-faced
It's a normal thought
for an ordinary girl

I want to have my own company
I want to have my own line
Can have my own stores
producing my own shoes and clothes

Can have my own big income
I can do whatever I want
for myself and others
Promise not gonna blind

Giving food for the poor and hungry
Giving water to people who's thirsty
Giving medicine to people who's need it
Giving proper education for children

It's a frustrating dream in an dreamless world
When we must shed a blood to eat one spoon of rice
It's a glamoring shine of drama in darkest eyes
When there's a lot of pain to think just about the present

Wanna give peace for myself
Wanna give peace for others
But I'm just an ordinary girl
In so not ordinary world...

Wednesday, August 19, 2009

copied from Twitblogs

copied from Twitblogs

"It's my 1# twitblogs, and im gonna make it first to a confession of skinny wannabe. I know it's kinda lame, evrybody talking about inner beauty or whatsoever, but i'm really concern about my body, especially for health.

Right now I weigh 125 pounds... And I want to loose 15 pounds. For my height is only 5.2 feet, 125 pounds is too much... I hate when people says "U look ok, It doesn't matter" but they have greater body or bigger body than I am. The skinnier said that because it's like "Look how skinny I am haHAhA...!!", the biggers think they have another friend to company them fat "At least not only me who's fat"

The bigger (read : fat!) you're the great amount of heat you produce, once I read that in a brochure about being vegetarian. Why should we worried? One cause of Global Warming is human heat, first it doesn't make any sense... But if we talk about dust is 92% is carried by human, maybe it does make sense... (>_<)" So I can make list why should I be skinny, thats one (hahaha..)

Some of my thinspo are Nicole Richie, or Ayumi Hamasaki. They are amazing person I think never dissapoint me, and always cheer me up (^_^)

Like other girls, i'm just ordinary girl who like beauties and art so maybe next time i'm gonna talking about fashion, make up, body care, pets, or art and design graphic beside me struggling to be skinny (It's just gonna bore you up and my self anyway"

ciao then! \(^_^)/~*

Monday, August 17, 2009

Berkaca Sebelum Mengucapkan Merdeka

Siapakah aku? Bangsa Indonesia
Apakah benderaku? Sang Merah Putih
Apakah maskot negaraku? Sang Garuda
Apakah slogan negaraku? Bhinneka Tunggal Ika

Kutanya kepadamu, apakah kau ingat padaku?
Kutanya kepadamu, apakah pancasilaku?
Kau katakan padaku bahwa kau mencintaiku
Sebutkan sila-silaku satu demi satu

Ingatkah kamu, bersumpah padaku akan kesatuan Republik Indonesia
Kutagih sumpahmu tiap detik tangisku padamu...
Kau rayakan ultahku tiap tahun dengan meriah
Namun tak kau rasakan hatiku sedih berdarah...

Siapakah kamu yang tak kukenali lagi... Namun mengenakan Merah Putihku...

Monday, May 11, 2009

Belajar Peka dan Sadar Diri (menggarisbawahi : muda-mudi Tiong Hoa peranakan Indonesia)

One of my favorite public figure is Martin Luther King jr. Juga seorang Mahatma Gandhi...
mereka adalah pembela kemanusiaan dah penyetaraan hak asasi manusia. Lucunya konflik yang mereka hadapi seolah-olah masih terus ada dalam artian belum mereda 100% di titik-titik konflik masyarakat di belahan dunia ini.

Sebagai kaum minoritas sepertinya ada sistem kehidupan kita yang menjadi tumpul atau memang berkurangnya sifat menjadi peka. Kita kaum tiong hoa tidak belajar banyak dari berbagai hal, atau justru menutup mata serta memalingkan wajah dari realita kehidupan yang terjadi dilingkungan sekitar sebagai bukan urusan yang mendesak atau penting untuk diperbaiki. Kita semua manusia sama, maka tidak perlulah kita merasa diri terlalu jauh berbeda. Ada suatu saat kelak tiada seorang pun melihat perbedaan itu.

Doktrin bahwa kaum tionghoa itu kaya-kaya. Cenderung seolah-olah memberikan hak pada keluarga kaya meninggikan derajat diatas orang lain, persaingan selalu berpusat pada ekonomi, dan berapa besar rumah atau berapa banyak mobil yang dimiliki. Ada yang seperti itu? Ada. Dan kenyataannya masih banyak pula orang tionghoa yang hidup miskin, hidup hanya tergantung dari menjual wedang kembang tahu yang dipikul juga ada, atau menawarkan mochi buatan tangan dari rumah ke rumah. Maka bersyukurlah Anda bila dilahirkan di keluarga yang mampu.

Hanya saja degradasi perilaku yang terjadi sangat banyak terjadi namun tidak segera diperbaiki. Itulah titik yang saya tekankan pada sikap tidak peka. Tidak peka terhadap lingkungan, tidak peka terhadap kondisi tiong hoa, tidak peka terhadap fenomena, tidak peka terhadap diri sendiri pula. Sikap yang pragmatis-apatis ditambah lagi HEDONIS merambah ke hampir semua orang zaman sekarang.

Benar kita telah dikurung oleh orba dengan berbagai peraturan yang menyulitkan orang tua kita serta sesama orang tionghoa di seluruh Indonesia, kalau Anda tidak bisa merasa empati dan merasa bahagia dengan sedikit kebebasan yang telah diberikan semasa pemerintahan Gus Dur, maka hiduplah Anda tanpa menghargai sejarah orang tionghoa yang ada di Indonesia. Ingat sejarah kita di Indonesia tidak sama dengan sejarah leluhur yang berada di Tiongkok sana, karena kita sebagian besar lahir, hidup, dan mati di Indonesia sebagai Tionghoa peranakan Indonesia. Mungkin sebagian besar anak-anak tionghoa 7-10 tahun dibawah saya tidak tahu perjuangan hidup orang tua mereka.

Pengalaman menyakitkan selama orba bukan untuk dijadikan balas dendam, apalagi dengan cara yang salah sampai keenakan jadinya malas berubah. Contoh pengalaman nyata selama zaman orba (sebelum 1998), waktu SMP saya pergi berjalan kaki ke sekolah (benar, walaupun orang tua saya mampu, saya tetap disuruh berjalan kaki, tidak diantar naik mobil seperti kebanyakan anak-anak manja sekarang). Dalam perjalanan saya melewati SD negri yang tentu saja mayoritas non tionghoa atau barangkali tidak ada tionghoa sama sekali, tiba-tiba banyak anak-anak kecil menyerobot ingin melihat saya dari balik pagar sekolah sambil mengatai saya "cino asu! cino asu!" ("Cina anjing! Cina Anjing!"). Wah, apa salah saya ya? Mengenal mereka saja tidak. Entah kenapa saya yakin, banyak orang tionghoa lain yang mungkin memiliki pengalaman yang sama dengan saya dan mungkin banyak yang memiliki trauma dan sakit hati.

Hanya saja kebencian orangtua diturunkan kepada anak, sehingga memberikan jarak antar berbagai ras yang pluralitas di Indonesia ini. Hanya karena kondisi sekarang sudah enak, kita tidak bisa memungkiri bahwa mungkin masih ada, karena jangka waktu 10 tahun itu masih terlalu singkat. Kita lihat saja pada zaman Martin Luther King Jr, kebencian ras kulit putih terhadap ras kulit hitam yang dianggap budak sangat mengerikan. Bahkan sampai sekarang mungkin sedikit banyak masih ada walaupun sudah ditekan ke titik paling rendah, buktinya kalau kita bilang "negro" di Amerika ke orang kulit hitam lebih mungkin Anda ditonjok sampai babak belur daripada ditegur saja.

Kalau kita merasa aman-aman saja bersikap seenak udel sendiri, maka ingatlah pada Tragedi Mei 1998. Kalau kita memiliki kekuatan atau menunjukkan bahwa kita juga salah satu kekuatan di negara Indonesia ini, kita tidak akan ditindas seperti pada masa-masa itu. Kejadian itu adalah sesuatu yang harus kita waspadai pada pola pikir bahwa kalau kerusuhan mau bakar siapa? (ayolah, berpikir sedikit). Empati "kasihan ya?", "kurang ajar tenan!", atau "biadab!" yang hanya diiringi emosi tapi tidak mampu memberikan penyelesaian masalah, empati itu hanya akan menjadi kata-kata. Kita hanya akan dibakar lagi.

Ada juga pola pikir seperti kalau ada yang mengancam keberadaan kita di Indonesia, lari saja ke luar negeri karena bisa. Tapi seberapa banyak orang yang bisa kita bawa? Itu adalah pemikiran egois, karena dimana pasti ada keterbatasan, kalau salah seorang adik/kakak kita tertinggal di Indonesia dan menghilang untuk seterusnya? Itu adalah penderitaan seumur hidup karena kita tidak bisa menyelamatkan lebih banyak orang. Di negeri lain pun tidak menjadi siapa-siapa kalau di negara sendiri tidak diterima. Karena itu mari mulai belajar hidup yang baik dan benar, rendah hati, serta pola hidup yang dilandasi kerja keras dan berderma.

Anak-anak tionghoa yang 3-4 tahun kebawah saya memiliki pola pikir yang kadang saya tidak mengerti lagi. Maaf saja kalau saya mengatakan mereka sebagai kaum yang terjangkit penyakit hedonis, dan mereka dalam fase yang kritis. Di malam hari ketika membeli buah, saya lihat dipinggir jalan mereka memarkirkan mobil yang sudah dimodifikasi sambil pasang audio SPL keras-keras, dan yang mereka lakukan adalah ngobrol-ngobrol atau melongo sambil ngerokok. Seperti gelandangan elit. Atau anak-anak SMA yang pulang pergi sekolah diantar naik mobil atau naik mobil sendiri seolah-olah merekalah yang membeli mobil itu dengan uangnya sendiri, padahal membeli uang bensin saja tidak mampu.

Atau terkena sindrom sinetron, contoh ketika saya makan malam di resto E-plaza bersama teman, tiba-tiba ada sedikit keributan. Sepasang cewek-cowok ribut dengan seorang cowok. Cowok itu dengan gaya sok tangan dimasukan satu ke saku dan yang satunya menarik kereta dengan kasar. Well... cinta segitiga (toh kelihatan sekali). Oh... bangga sekali ya kelihatan keren dan menarik perhatian pengunjung dengan mengheboh-hebohkan perseteruan pribadi ditempat umum? Pacaran masa SMU kok sinetron banget. cape deh... Untung gak gontok-gontokan. Dan dari penampilan mereka yang kayak selebriti (wow... SMU sekarang sudah bisa semir rambut), kayak artis dan ceweknya berdandan manis kayak bintang film Taiwan, kalau aku cowok seh emang seneng aja tapi kalau ngeliat kejadian kayak gitu ilfil dah. Ah... Anak orang mampu kok IQ gak kepake gitu. Heran suatu hal yang privasi seperti tidak memperlihatkan masalah pribadi di tempat umum kan jangan terlalu di-hiperbolakan.


Siapa yang mereka bohongi? Semua orang tahu kalau mobil, perhiasan, uang saku, fashion, dsb yang mereka nikmati adalah hasil kerja susah payah orang tua mereka bekerja. Tidak ada penghargaan untuk "hard earning money" (beratnya mencari uang), entah itu usaha orang tua mereka memang lancar, tapi untuk mempertahankan kelancaran usaha juga menghabiskan pikiran dan waktu juga.

Lucunya banyak yang menganggap "aku kaya". Sekolah cuma hiburan atau mengisi kewajiban saja, bukti nyata seorang teman yang masih kecil (maksudnya masih kuliah awal semester), dengan setia absen dari kelas kuliah untuk pulang pergi ke semarang hanya menjajakan hadiah-hadiah untuk pacarnya dengan uang sakunya sendiri. Hasilnya dia selalu bokek tapi tetap sok. Bukti nyata lain, seorang teman orangtua mengeluh dan marah pada anaknya, karena ketika bepergian sang anak (yang belum bekerja), berkata pada orangtuanya akan membayari mereka makan. orangtuanya marah dan mengatakan "memangnya kamu sudah kerja dan punya uang untuk bayarin kita makan?!" Toh kalau anaknya nraktir orangtuanya makan kan itu uang transferan dari orangtuanya sendiri.

Enaknya jadi mahasiswa atau murid sekolah ya? Uang ditransfer orang tua. Tentu saja sebebas mungkin dipakai untuk apa pun bisa sambil berbohong untuk beli buku tapi kenyataanya dibuat pergi ke diskotik atau foya-foya maen game center. Itu terjadi? Iya itu terjadi. Kalau ditanya sebenarnya impian dan cita-citanya besok mau kuliah dimana/kuliah/kerja apa kadang nggak bisa jawab. Terlalu memikirkan apa yang ada sekarang, tapi tidak memikirkan masa depan.

Di zaman pendidikan seharusnya semakin meningkatkan kesadaran manusia akan hal yang salah dan benar, malah sifat bandel dan sok begini begitu malah menjamur. Jadinya yang ada manusia-manusia bebal dengan nasehat dan terus bertindak seenaknya sendiri. Tidak hormat pada orangtua, tidak menghargai uang yang dihasilkan kerjakeras orangtua untuk memakmurkan anak. Cerita nyata, seorang anak SMU yang ngambek karena orang tuanya tidak mau memberikan uang buat modifikasi motornya seharga 15 juta, memukul palu ke kaki papanya dan memukul dengan tongkat golf sampai rusak. Melihat wajah orangtua itu ketika suatu kali bertemu, tampak tidak tega.

Pola pikir kalau toh besok aku adalah penerus usaha keluargaku. Kalau keenakan dan asyik sendiri tau nasibnya besok pasti jadi orang kaya, toh orangtua sudah kaya, itu harusnya dihindari, karena bisa menjadikan malas kuliah dan belajar, mau jadi penerus pun Anda sudah menjadi kapal karam Titanic. karena pengalaman orangtua yang merintis dengan orang yang langsung pegang sudah jalan berbeda. Sama ketika kita mengendarai mobil tapi tidak tau caranya starter mobil, ketika mobilnya mogok ya sudah tamat riwayatnya.

Ingat pada saudara-saudara lain yang masih hidup kesusahan, jangan memberikan jarak dan kesenjangan sosial terlalu tinggi. Mereka membutuhkan kita juga seperti kita membutuhkan mereka. Bagi yang masih kekurangan pun berhak mengingatkan kerendahan hati dalam hidup, juga tidak patah semangat karena semangat hidup dan kerja keras ada dalam diri kita masing-masing.

note:
tulisan ini hanyalah bentuk prihatin dan kekhawatiran terhadap semua adik-adik saya di seluruh pelosok Indonesia, bahwa bangkitlah dan tunjukkan kemampuan bukan harta semata atau hanya embel-embel "tionghoa itu kaya". Kekayaan itu adalah daging bukan otak, kalau kita hanya memiliki daging, maka kita hanya akan disembelih untuk memberi makan orang lain. Bila kita adalah otak, kita akan dibutuhkan banyak-banyak orang.

Thursday, March 12, 2009

For Greater Good (Sumpah Pemuda, Mahasiswa, dan Demokrasi)

Sumpah Pemuda, 28 Oktober 1928
lokasi : Indonesische Clubgebouw di Jalan Kramat Raya 106, Jakarta
peserta : Jong Java, Jong Ambon, Jong Celebes, Jong Batak, Jong Sumatranen Bond, Jong Islamieten Bond, PPPI, Pemuda Kaum Betawi, beberapa orang pemuda Tionghoa sebagai pengamat, yaitu Oey Kay Siang, John Lauw Tjoan Hok dan Tjio Djien Kwie serta Kwee Thiam Hong sebagai seorang wakil dari Jong Sumatranen Bond, DAN yang terakhir AR Baswedan pemuda keturunan arab di Indonesia mengadakan kongres di Semarang dan mengumandangkan Sumpah pemuda keturunan arab

* PERTAMA. Kami Poetera dan Poeteri Indonesia, Mengakoe Bertoempah Darah Jang Satoe, Tanah Indonesia.
* KEDOEA. Kami Poetera dan Poeteri Indonesia, Mengakoe Berbangsa Jang Satoe, Bangsa Indonesia.
* KETIGA. Kami Poetera dan Poeteri Indonesia, Mendjoendjoeng Bahasa Persatoean, Bahasa Indonesia.

INILAH SUMPAH SETIA PEMUDA-PEMUDI INDONESIA TERHADAP IBU PERTIWI!!!

Bolehkah saya simpulkan, bahwa rasa persatuan dan kesatuan antar pemuda-pemudi Indonesia dahulu lebih tinggi daripada saat ini? Yang saat ini kita seperti dikotak-kotakan, dibeda-bedakan?

Bolehkah saya simpulkan, bahwa pemuda-pemudi Indonesia dahulu lebih cerdas dan mengerti makna pluralitas serta menghargai perbedaan sebagai kekayaan RI? Yang saat ini pemuda-pemudi gelap mata dan hati lebih memilih perjuangan fisik serta kelakuan emosi?

Bolehkah saya simpulkan, bahwa seharusnya kita MALU sebagai pemuda-pemudi Indonesia??? Kita telah melukai hati para pendahulu kita yang berjuang mencetuskan Sumpah Pemuda dibawah penjajahan Belanda?

Lihatlah begitu indah kesatuan yang dirasa bila kita melihat siapa-siapa yang berada dalam peserta, semua pemuda-pemudi seluruh Indonesia, maupun yang keturunan (tiong hoa atau pun arab) menjunjung tinggi persatuan dan kesatuan bangsa melalui kebudayaannya? Pluralitasnya?

Kapan hari saya melihat top 9 news di metrotv, yang ada hanyalah kekerasan yang dilakukan mahasiswa, berdemo berdemo dan berdemo... Apakah itu yang artinya demokrasi? demokrasi bukan DEMO-krasi... Mahasiswa berhak bersuara, semua lapisan masyarakat berhak bersuara, tapi bukan dalam ajang demo yang menjadi huru-hara kekerasan...

Ingatlah pada status mahasiswa, status pemuda-pemudi Indonesia, kita adalah manusia berpendidikan. Bertindaklah secara cerdas dan kritis, demi perjuangan kita, demi bangsa ini, dan kehidupan yang lebih baik.

semoga semua makhluk berbahagia...

For Greater Good (Belajar Dari Seekor Babi)

Kalau dengar kata babi itu kita memuat persepsi seperti apa?

Daging? Makanan? Jorok? Makian? Najis? Haram?

Tapi kemarin saya belajar dari seekor babi, masih ingatkah dengan film Babe?
Saya yakin semuanya pasti pernah dengar dan melihat film itu. (soalnya sering juga diputar di TV klo lagi ada event hari raya)

Film ini sekilas seperti film anak-anak, toh karakternya adalah seekor babi yang bisa berbicara, dan memiliki teman-teman peternakan lain seperti bebek, sapi, anjing gembala, tikus, ayam, dll. Kisahnya juga berkesan datar kalau dilihat dari ukuran orang dewasa. Belum lagi karakter utama manusianya, Mr. Hogget sendiri orangnya pendiam dan tidak banyak bicara.

Babi itu gunanya untuk apa sih?

Paling gampang digunakan untuk dimakan (bagi yang memakannya)
Kerjanya cuma makan, tidur, main lumpur, makan, tidur, kawin, tidur, makan... dst.

Disini Babe tidak dipotong, menjelang malam natal, perutnya sudah diukur, dan sepertinya dia tinggal digorok dan dimasak saja untuk dijadikan masakan natal keluarga Hogget. Namun dia yang sejak kecil bersama dengan anjing gembala, dia merasa bisa menggembalakan hewan, dia berlatih dengan memisahkan ayam berwarna coklat dan putih.

Disini kesimpulan pertama bahwa babi itu tidak berguna menjadi berubah 180 derajat, bagi Mr. Hogget. Dia tidak membunuh babi kecil itu, justru memperlakukannya seperti hewan peliharaan kesayangannya. Diluar kondisi itu, kita dapat menarik kesimpulan, bahwa orang yang memiliki kemampuan yang berguna akan tetap hidup, sedangkan yang tidak mempunyai kemampuan atau tidak menarik keluar kemampuan yang dia miliki maka dia akan 'mati'.

Orang kadang lupa dan belum berusaha memaksimalkan apa yang dia miliki, cukup dengan apa yang dia bisa, apa yang dia terima, tapi tidak ada dorongan untuk mengembangkan diri. Bukan tidak bisa atau tidak mampu, hanya karena niat yang tidak teguh.

Babe berbeda dengan anjing penggembala yang bernama Fly dan Rex, mereka menggiring domba dengan paksaan, dengan makian, dengan kata perintah. Babe dengan rendah hati meminta para domba untuk mengikuti petunjuknya. Ketika domba-domba itu berhadapan dengan Fly, si anjing betina, dia menganggap Fly adalah makhluk yang tidak beradab serta kasar tabiatnya. Sedangkan dari sisi Fly, domba-domba adalah makhluk bodoh yang tidak memiliki otak.

"communication is power" begitu yang saya dengar, miscom setitik rusak seluruhnya. Biasanya tanpa kita sadari adanya miskomunikasi, dengan bayang-bayang sendiri berpikir begini begitu malah membuat salah paham semakin parah. Parahnya lagi kalau sudah diomongkan masih nggak nyambung juga. Bisa jadi kita sudah merasa benar, orang lain yang salah, tapi tidak menutup kemungkinan orang lain berpikiran yang sama dengan kita.

Kata-kata yang keras membuat orang semakin defensif, dan bisa memicu anarki. Kata-kata yang lembut bisa membuat orang terbuka, dan nyaman untuk berbicara. Kehidupan itu sederhana, namun pikiran manusia yang membuatnya rumit, sehingga kelembutan sendiri juga bisa dijadikan miskom. Untuk memahami kelembutan dibutuhkan pemahaman yang dalam dan kompleks, sedangkan untuk memahami kemarahan hanyalah kesabaran.

semoga semua makluk berbahagia~

Tuesday, March 3, 2009

For Greater Good (Talk about religions)

Agama membawa serta kebudayaan, adat, dan busana asal agama tersebut dicetuskan. Hal ini harus dipahami sebagai suatu kemakluman bukan keharusan dan kewajiban.

Banyak penyelewengan agama yang harus kita waspadai, dan bagaimana kita bertindak cerdas untuk menghadapi hal-hal tersebut. Sejak fanatisme yang berlebihan telah mengubah pola pikir, dan pendoktrinan untuk membodohi kemampuan berpikir cerdas banyak hal-hal tidak lazim terjadi.

Sejak umat manusia mengkotak-kotak kan darimana negara asal agama, jadinya banyak kesimpulan-kesimpulan mengenai agama serta umatnya. Contoh di Indonesia, Islam pasti mayoritas masyarakat Jawa, Kristen/Katolik pasti mayoritas masyarakat non Jawa, Hindu mayoritas masyarakat Bali, Budha pasti mayoritas masyarakat keturunan tiong hoa. Entah karena pengaruh pemerintahan Soeharto, pendoktrinan turun temurun, atau kesenjangan sosial maka dari waktu ke waktu semua menjadi terkotak-kotak seperti itu.

Apakah yang beragama Hindu itu hanya orang Bali?
Apakah Budha hanya membatasi orang keturunan tiong hoa?
Apakah orang Jawa tidak boleh beragama Nasrani?
Apakah orang non jawa tidak boleh beragama Islam?

Agama tidak pernah memilih umatnya, umatnya lah yang memilih agamanya. Kita tidak bisa menyalahkan orang beragama lain dengan agama kita, kita juga tidak boleh menganjurkan agama apa yang harus dianut orang tersebut, karena agama lah yang menuntun jalan hidup kita, maka hendaknya kita sendiri memilih yang terbaik bagi diri kita sendiri.

Banyak sekali hal-hal konyol yang pernah saya dengar dan alami sendiri, seperti membaca mantra dewa bumi 1000 kali maka saya akan mendapat berkah, menjual bunga-bunga sembayangan mengumpulkan pahala, dapat menggaet orang masuk ke agama apa maka mendapat berkah, paling kejam adalah membunuh satu orang non agama apa akan masuk ke surga. Ada lagi yang konyol, memelihara janggut panjang maka akan merasakan kenikmatan sorga dunia atau bagaimana lah.... tidak logis sama sekali.

Sekarang pengaruh paling merusak dari suatu agama adalah sama seperti perang, yaitu menghilangkan sebuah kebudayaan dan keberadaban yang sudah ada sejak ratusan tahun. Ambillah beberapa contoh, sejak masuknya agama nasrani dan revolusi industri, pola busana di Indonesia berubah. potongan rambutnya, kemeja, jas, dasi, celana kain, sepatu kulit, dan bahkan bentuk kumis pun berubah.
Atau agama Islam, membuat semua orangnya seperti orang Arab semua. Bentuk baju menjadi burka semua, alias jilbab berkerudung semua, pemakaian baju koko, dan pemeliharaan jenggot dll.

Baiknya berbusana apa pun adalah pilihan tiap individu, entah mau berjilbab atau tidak, memakai baju koko atau jas. Tapi tidaklah perlu adanya tambahan kata-kata menambah iman, harus, wajib, sudah peraturannya dsb. mengubah penampilan tidak mengubah iman kalau pemikiran tidak ikut berubah.

Kenapa Bikkhu Theravadda memakai selembar jubah saja? Karena mereka berlatih supaya tiada kemelekatan terhadap hal-hal duniawi. Hampir sama dengan pendeta Hindu, romo, dan suster.
Dalam berpakaian memang tidak memberikan pengaruh yang besar (toh siapa yang mau pakai selembar jubah ke mall). Hanya berpengaruh pada bidang arsitektur saja.

Kenapa agama Islam mengenakan jilbab, burka, baju koko, dan memelihara jenggot? Dengan minta maaf sekali, saya mencoba menjelaskan menurut nalar saya. Bahwa di Arab sana, sedikitnya jumlah air, banyaknya pasir, dan adanya badai pasir pula, maka pakaian mereka seperti itu, jilbab dan burka (kerudung yang menutup seluruh wajah kecuali mata) dikarenakan untuk melindungi rambut, wajah, dan tubuh dari angin berpasir. Kalau tidak mengenakan pakaian seperti itu, badan menjadi kotor, sedangkan air untuk mandi saja susah. Saya pikir ini adalah suatu fenomena yang kurang pas di Indonesia, karena di Indonesia suhunya lembab, negara tropis, rentan hujan, dan kalau di daerah yang lembab malah bisa jamuran. kalau rambut di kerudungi seperti itu... yah bisa dipikirkan akibatnya bagaimana.

Sekarang kita taruh contoh pulau Bali, yang disebut dengan Pulau Dewata, misalkan saja semua masyarakatnya menjadi beragama islam, semua diwajibkan berjilbab, memakai burka, memakai baju koko dsb. Hasilnya?

Tidak ada lagi tari Bali, tidak ada lagi pakaian adat Bali, tidak ada lagi Pulau Dewata.

Bila tidak ada lagi Pulau Dewata = tiada lagi turis (yang penghasilan utama pulau Bali, dan penyumbang devisa negara) Turis tidak akan tertarik lagi dengan pulau Dewata yang tidak ada lagi "dewata" nya.

Terkenang dengan selirik lagu "kembalikan baliku padaku" yang pernah saya dengar waktu kecil, apakah berarti penyabotasean budaya di Bali pun sudah terjadi?

Sepertinya banyak manusia yang lupa, agama merupakan pembelajaran bagaimana hidup baik, bukan mengatur bagaimana cara berpakaian, atau berpenampilan. Agama lebih ke perubahan pola pikir, pola hidup menjadi baik, membersihkan hati dari kekotoran batin.

Sejak kapan agama dimiliki oleh salah satu negara?

Ketika kita menekankan bahwa agama adalah UNIVERSAL maka agama tidak memiliki negara...


semoga semua makhluk berbahagia

For Greater Good (about Pilpres and how they advertise)

Iklan-iklan Pilpres yang bahkan mendahului caleg sudah mengalami repetisi kampanye yang serupa dari waktu ke waktu. Dalam majalah Tempo dikatakan sepanjang jalan banyak sekali poster-poster, spanduk-spanduk dan media kampanye lainnya, namun yang dia ingat justru iklan XL yang menampilkan gambar simpanse. Weird right? Karena yang ditampilkan adalah tampilan seragam, yang berjilbab, yang diurai, yang berpeci, merah, kuning, hijau, semuanya memiliki tampilan yang sama. Foto itu sama seperti ketika kita sedang membuat pas foto, dengan terpaksa kita sedikit senyum supaya lebih manis daripada cemberut seperti foto napi. Tidak ada istimewanya, tidak ada yang menarik, dan tidak ada yang bisa dihebohkan walaupun mereka mencantumkan gelar-gelar sangat keren seperti Mcs atau PhD. Alhasil melihat simpanse tersenyum adalah hal yang berbeda sehingga kita menjadi ingat.

Belum lagi dampak yang dihasilkan dari kampanye gak berguna itu. Mereka mengotori tempat, memaku disembarang pohon, menempel dan menghamburkan kertas (yang lama-lama semakin mahal!!!) di tembok-tembok rumah orang dengan atau tanpa izin. Mungkin ada yang bisa memanfaatkan hal itu ya, tukang jual makanan seperti tukang jual kacang atau gorengan mungkin, dijadikan bungkus makanan begitu.

Seandainya para calon legislatif atau pun calon presiden yang berkampanye menyadari, atau tim suksesnya, sepertinya mereka harus think out from the box. Mengkampanyekan calon legislatif atau presiden sama sekali berbeda dengan mengkampanyekan barang dagang atau jasa atau acara. Poster? OK! Selebaran? OK! Stiker? OK! Baliho? OK! Tapi rasanya ada yang kurang... walaupun sudah jor-joran keluar duit untuk membuat semua itu di seluruh daerah atau di seluruh Indonesia, kalau tenyata hasilnya malah membuat orang bingung terus bagaimana? Padahal sudah keluar uang sangat banyak.

Uang jor-jor an itu bisa menjadi bibit korupsi ketika si caleg atau capres sudah terpilih. Logika saya dan teman saya, semua promosi diri itu membutuhkan banyak uang, bahkan bisa jadi mereka berhutang dll. Nah, kalau mereka sudah terpilih jadinya ada kemungkinan korup.

Dari bincang-bincang dari teman, saya baru dengar ada caleg yang belum lulus dari S1. Ini gila. Kalau memang nanti yang dipilih itu tidak lulus S1, sama saja orang bodoh mempimpin orang bingung. Lebih gilanya lagi, mencalonkan karena mereka taunya kalau jadi pejabat gitu tuh dapet duit gajinya banyak. Kalau kualitas gak ada, mereka bakal jadi calon pemimpin bagaimana? Seperti PNS yang rela menyuap bayar berpuluh-puluh juta supaya mereka bisa kerja enak (katanya), idealnya kalau punya duit berpuluh-puluh juta buat beli pekerjaan, kenapa gak dipakai untuk membuat pekerjaan? Bekerja sendiri akan lebih bebas dan enak kan?

Kalau pendapat pribadi, kenapa calon legislatif tidak berpidato dan membuat tanya jawab terbuka dengan calon rakyat yang akan mereka pimpin?
Demikian pula dengan presiden, kenapa tidak kita biarkan mereka berpidato dan membuat debat terbuka ditampilkan di seluruh stasiun televisi Nusantara, sehingga baik yang berada di tempat langsung dan semua masyarakat Indonesia dapat melihat, mendengar, dan menentukan pilihan kepada siapa mereka akan memilih. Hasilnya dibayangkan seperti ini, seorang Presiden yang dipilih mutlak oleh masyarakatnya, dan dicintai oleh masyarakatnya.

Kenapa? Selain mereka berpromosi, kita juga bisa melihat kualitas dari capres yang kita pilih. Kita juga bisa menyeleksi capres-capres yang tidak berkualitas. Kalau hal seperti itu tidak dilaksanakan sejak dulu, mungkin para capres takut ketauan bosoknya kali ya? Mereka cuma berani berkata-kata dan mengobral janji diatas kertas supaya tidak bisa didebat, membiarkan para pendukungnya yang ribut sendiri mempertahankan "idola"nya. Akhirnya masyarakat tetap menjadi masyarakat bingung...

semoga semua makhluk berbahagia~

For Greater Good (keep your mind better)

"Dibalik Pria Sukses Adalah Seorang Wanita Yang Hebat"

Ketika muncul "fatwa" yang mengekang wanita, dan membodohkan wanita apa yang akan terjadi pada para pria? Mungkin mereka tidak kekurangan secara fisik, namun kebodohan itu akan menyebar sampai ke urat otak dan keturunan.

Saya hanya memberikan pemikiran yang saya pikir itu bisa diterima secara logis.
Sudah pada dasarnya seorang wanita itu memiliki sifat Ibu, sifat penyabar, sifat lembut, memiliki self control yang lebih baik, dan pengayom baik anak maupun keluarga. Seorang wanita yang pandai, dia akan menjadi hebat, dan akan bertindak sebagai penyeimbang keluarganya. Apabila wanita bodoh?

Ketika wanita dibuat bodoh, sifat penyabar itu tidak tampak, keibuan terpendam, self control yang tidak baik, tidak bisa mengayom anak atau keluarga. Maka seorang wanita yang bodoh, akan menjadikan keluarganya "bangkai kapal" sudah bukan "kapal karam" lagi. Wanita yang dibodohi, ditindas, atau ditekan yang muncul adalah kelemahan mental.

Kalau sampai fatwa-fatwa konyol diberlakukan benar-benar, maka Indonesia tidak akan menjadi "Pria Sukses", apa lagi fatwa-fatwa yang mengurung wanita dan memvonis bahwa wanita adalah sumber penipuan dan dosa. Ini hal yang gila, maka kembali kepada pernyataan diatas bahwa pembodohan wanita akan menjadi senjata makan tuan bagi pria. Apalagi dengan mengatakan perempuan yang ciptaan Yang Maha Esa sendiri sebagai sumber dosa, yang benar saja? Mereka telah mengkritik ciptaan Tuhan, dan menjilat ludah sendiri setelah mengucapkan makhluk ciptaan Tuhan itu sempurna?

Ada pun fatwa yang sekarang muncul masuk ke dunia politik. Entah ini oknum darimana atau punya niat apa, atau memang kurang kerjaan.... golput adalah haram. Gila saya pikir, keberadaan Tuhan digantikan dengan yang namanya haram-halal. Saya berdiskusi dan masih belum bisa memikirkan bagaimana penyelesaian yang baik, namun bila golput haram otomatis semua masyarakat muslim diwajibkan untuk memilih. Apa yang terjadi bila di daerah-daerah dimana komunikasi digital jarang, juga jarang tersentuh dunia politik, berpikiran masih adem ayem saja disuruh milih. Kemungkinan ada kecenderungan mereka akan memilih partai Islam, yang perlu diwaspadai adalah turun tangannya orang-orang yang menyalahgunakan agama Islam (penganut radikal dan anarki) menyuruh, merayu, atau bahkan memaksa mereka agar memilih partai yang (maaf) tidak benar.

Saya berpikir semua hal ini adalah janggal, abnormal yang dianggap normal. Dunia sungguh sudah terbalik. Apakah ada penyelesaian yang terbaik? Atau kah negara yang sakit ini sudah tidak memiliki obat lagi?

Tahukah Anda, ketika seekor anjing sakit dan tidak tertolong lagi maka untuk mempercepat kematiannya dia disuntik mati. Apa Indonesia harus disuntik mati supaya terlahir kembali?

Berdoa dan terus berdoa serta memberikan yang terbaik baik Indonesia dengan penuh cinta, semoga kondisi membaik dan sehat kembali....

(mari kita tendang virus2 itu)

Semoga semua makhluk berbahagia...

Tuesday, January 20, 2009

For Greater Good (Lear From Anything)

Punya artis favorit atau idola?

Kalau saya Dakota Fanning adalah artis pertama, yang aku kagumi. Dari filmnya 'Up Town Girl', dia menjadi Ray, dan kata-kata yang diucapkan olehnya di adegan Molly (Brittany Murphy) tidak mau menjual koleksi gitar ayahnya, Tommy Gun.

Ray : "You'll only leave it to dust"
Molly : "... That's harsh"
Ray : "It's a harsh world"

Well, it's real! The World is HARSH!!!!
Semakin lama dunia semakin keras, dan menunjukkan sisi 'neraka'nya pada semua makhluk.
Diluar itu aktingnya bagus! 4 jempol de!

Makanya saya ngeliat film Dakota yang lain, 'Man On Fire', dimana ada Denzel Washington di situ, yang sedikit menggeser Dakota saya menjadi artis favorit. Saya tidak melihat artis dari cantik atau gantengnya, yang seperti itu cuma dilihat-lihat saja cukup. Sedangkan Dakota di 'Uptown Girl' atau tiap film Denzel Washington mereka memberi hidup mereka berarti sebagai artis. Well, mungkin klo Dakota masih diemong orang tuanya kali ya, but still...

Makanya saya ikuti terus sampe Deja Vu, American Gangster, dan The Great Debaters.
Film terakhir ini membuat saya tertarik, di awal film Melvin Tolson (Denzel) sebagai professor di Wiley University, membentuk tim debat dan melatih mereka untuk belajar bersuara lantang di pinggir danau. Dan ini pelatihannya :

"Who's the judges?"
"The judge is God"
"Why is he God?"
"Because he decides who wins or loses, not my opponent"
"And who is your opponent?"
"He doesn't exist"
"Why is he doesn't exist?"
"Because he is a mere dissenting voice to the truth I speak"

Waktu itu saya langsung berpikir, keputusan siapa yang menang atau kalah bukanlah kita, karena musuh tidak ada. Musuh itu ada karena kita dipengaruhi berbagai macam omong kosong yang kita benarkan sendiri. Kadang bisa kita lihat lagi, mungkin kita pernah bahkan sampai sekarang membenar-benarkan sesuatu padahal hal tersebut adalah hal yang salah, dan kita sadar itu salah! Hanya karena omong kosong-omong kosong yang diciptakan sendiri oleh manusia lah membuat kita terjuridiksi duniawi.

Dalam film itu, dengan setting utama Texas, 1935. Dimana masih terjadi 'Lynching', salah satu tehnik perbudakan di Amerika. Yang diperbudak adalah orang-orang kulit hitam (negro), mereka tidak diperbolehkan kuliah di universitas, paling tinggi adalah college, yang setara dengan akademi, yang menyakitkan adalah mereka tidak boleh masuk ke sekolah orang kulit putih. Selain itu yang lebih mengerikan lagi adalah lynching tersebut, itu adalah tehnik untuk memperbudak manusia dengan meningkatkan kekuatan tubuhnya namun membodohkan psikologis dan mentalnya.

Di satu adegan tim debat dan Melvin sedang menuju ke pertandingan debat, di tengah jalan mereka melihat mayat orang kulit hitam yang digantung dan dibakar sampai kering gosong. Dalam film diperjelas lagi, bahwa budak kulit hitam tidak hanya digantung, sebelum itu mereka bisa saja dicongkel dulu matanya, dipotong telinganya, dipotong bagian tubuh lainnya, atau kemaluannya. Bahkan yang lebih kejam lagi mereka dikuliti dalam keadaan mati atau hidup.

Alasannya apa? Benci? Apa budak itu melakukan kesalahan? Apa kah budak itu melakukan kejahatan? Atau hanya karena dia adalah orang kulit hitam?

Kalau kita mau berpikir logis, kebencian yang tidak rasional sekali kalau kita membenci orang yang memiliki warna kulit selain warna kulit kita. Tidak rasional sekali kalau kita membenci orang yang tidak se-agama dan kepercayaan dengan kita. Tidak rasional juga kalau kita membenci orang yang tidak sepaham dengan pemikiran kita.

1919, Mahatma Gandhi, India. Beliau menyatakan kemenangan MORAL ketika menerapkan Civil Disobidience dengan tidak melawan, tidak makan, tidak membunuh. Memang hal tersebut terjadi, beberapa orang India yang ditangkap dilepaskan kembali. Kalau ditanya kenapa kita tidak melawan bila kita disakiti baik secara fisik?

James Farmer Jr., dalam debatnya dia mengatakan (saya persingkat menggunakan bahasa saya sendiri)

"Civil Disobidience, is it Moral? Whilst my opponent here said that violence is needed to just the law. When my partners and I saw a black man, alas negro, hung up on tree and burned to death. I saw fear in their eyes. Why is he hung up and burned to death? Did he made a mistake or because he's black? There is no law that help this situation at all,and there is no law that permit them to punish him to death."

"St. Augustine said, 'An unjust law is no law at all"

"So, when I was in that situation, what should I choose? Violence or Civil Disobidience? Then they should be glad, because I choose the latter."

Disitu saya merasakan pernyataan yang sangat hebat... Sampai-sampai saya mengulang adegan itu 2 kali untuk meresapi kata-kata tersebut. Mungkin berlebihan, tapi itu adalah pernyataan yang sangat krusial. Dimana itu terjadi 74 tahun yang lalu, dan herannya sangat mengena dengan keadaan sekarang!

Dimana letak muka hukum di Indonesia? Apa jadinya negara yang notabene katanya adalah negara hukum namun tidak memberlakukan hukumnya dengan benar, justru membuat hukum-hukum tidak jelas (tats mere dissenting voice!!). Terlebih hukum yang sifatnya sepihak, tidak universal setidaknya untuk Indonesia.

Saya pun banyak mendengar oknum-oknum yang mengatas nama kan agama untuk berbuat kekerasan, memukuli orang-orang yang dianggap menyimpang, saya menyimpulkan ini adalah sebuah Unjust Law, selain tidak beretika dan intelektual, mereka adalah orang yang tidak memiliki hukum, atau bahasa kasarnya tentu saja manusia rimba! Sama halnya dengan hukum-hukum yang diluar nalar dan logika, hukuman yang tidak mengenal keberadaban.

Akhir kata saya mencatat satu hal, tim debat Melvin Tolson ini adalah kaum terdidik secara intelektual, dengan gaya bahasa yang tinggi serta perilaku yang santun. Sebaliknya yang dibakar mau pun yang membakar, adalah orang-orang yang tidak berpendidikan dan berpikiran pendek. Orang-orang seperti ini mudah terbakar emosi, dan bergerak untuk melakukan kekerasan. Kesimpulan yang saya peroleh film ini memperkuat pemikiran saya mengenai pentingnya pendidikan untuk membuka gerbang penalaran rasional, memperkuat mental, serta pemberian keputusan yang lebih bijaksana. Saya harap pemikiran ini pun juga disetujui oleh orang banyak.

Semoga semua makhluk berbahagia...

Tuesday, January 6, 2009

Lebih dan Lebih Mencintai Indonesiaku

Bagaikan kekasih dia menangis karena diperselingkuhkan
Tiada yang lebih perih tersayat daripada kedurhakaan buah hati
Yang tidak mengelokan kemolekan dirinya bersinar terang
Namun ditutupi kelambu dekil, terhindar dari mata anak-anaknya

Diperjualkan dirinya pada orang lain dengan persetujuan sepihak
Dengan semena-mena para pembeli itu memperkosa dirinya tanpa ampun
Tiada kemanusiaan dan kecintaan dari sang anak untuk membelanya
Hawa kehidupan yang mulai menipis dan tubuhnya mengering jatuh

Indonesiaku menangis dan bertabah menghadapi perlakuan tidak semestinya
Dirinya sudah tidak memiliki apa-apa lagi tanpa para buah hatinya
Tiada pernah dia mengadu domba anak-anaknya, tiada pernah dia mengizinkan pertikaian
Tiada pernah dia mengeluhkan, ketika sepotong daging, bahkan jantung pun akan diberi

"Apalah artinya aku membesarkan bangsa ini, bila anak-anakku lebih memilih bangsa lain sebagai Ibu-nya?"

"Dimanakah kalian tumbuh dan berkembang? Dan Siapakah yang memberikan kalian berbagai kekayaan alam? Siapa yang memberikan kalian kekayaan budaya?"

"Kalian malah membela IBU lain yang tidak pernah mengajarkan kalian apa pun, dan kalian justru menghantarkan nyawa kalian yang kujaga selama bertahun-tahun lamanya!"