Tuesday, January 20, 2009

For Greater Good (Lear From Anything)

Punya artis favorit atau idola?

Kalau saya Dakota Fanning adalah artis pertama, yang aku kagumi. Dari filmnya 'Up Town Girl', dia menjadi Ray, dan kata-kata yang diucapkan olehnya di adegan Molly (Brittany Murphy) tidak mau menjual koleksi gitar ayahnya, Tommy Gun.

Ray : "You'll only leave it to dust"
Molly : "... That's harsh"
Ray : "It's a harsh world"

Well, it's real! The World is HARSH!!!!
Semakin lama dunia semakin keras, dan menunjukkan sisi 'neraka'nya pada semua makhluk.
Diluar itu aktingnya bagus! 4 jempol de!

Makanya saya ngeliat film Dakota yang lain, 'Man On Fire', dimana ada Denzel Washington di situ, yang sedikit menggeser Dakota saya menjadi artis favorit. Saya tidak melihat artis dari cantik atau gantengnya, yang seperti itu cuma dilihat-lihat saja cukup. Sedangkan Dakota di 'Uptown Girl' atau tiap film Denzel Washington mereka memberi hidup mereka berarti sebagai artis. Well, mungkin klo Dakota masih diemong orang tuanya kali ya, but still...

Makanya saya ikuti terus sampe Deja Vu, American Gangster, dan The Great Debaters.
Film terakhir ini membuat saya tertarik, di awal film Melvin Tolson (Denzel) sebagai professor di Wiley University, membentuk tim debat dan melatih mereka untuk belajar bersuara lantang di pinggir danau. Dan ini pelatihannya :

"Who's the judges?"
"The judge is God"
"Why is he God?"
"Because he decides who wins or loses, not my opponent"
"And who is your opponent?"
"He doesn't exist"
"Why is he doesn't exist?"
"Because he is a mere dissenting voice to the truth I speak"

Waktu itu saya langsung berpikir, keputusan siapa yang menang atau kalah bukanlah kita, karena musuh tidak ada. Musuh itu ada karena kita dipengaruhi berbagai macam omong kosong yang kita benarkan sendiri. Kadang bisa kita lihat lagi, mungkin kita pernah bahkan sampai sekarang membenar-benarkan sesuatu padahal hal tersebut adalah hal yang salah, dan kita sadar itu salah! Hanya karena omong kosong-omong kosong yang diciptakan sendiri oleh manusia lah membuat kita terjuridiksi duniawi.

Dalam film itu, dengan setting utama Texas, 1935. Dimana masih terjadi 'Lynching', salah satu tehnik perbudakan di Amerika. Yang diperbudak adalah orang-orang kulit hitam (negro), mereka tidak diperbolehkan kuliah di universitas, paling tinggi adalah college, yang setara dengan akademi, yang menyakitkan adalah mereka tidak boleh masuk ke sekolah orang kulit putih. Selain itu yang lebih mengerikan lagi adalah lynching tersebut, itu adalah tehnik untuk memperbudak manusia dengan meningkatkan kekuatan tubuhnya namun membodohkan psikologis dan mentalnya.

Di satu adegan tim debat dan Melvin sedang menuju ke pertandingan debat, di tengah jalan mereka melihat mayat orang kulit hitam yang digantung dan dibakar sampai kering gosong. Dalam film diperjelas lagi, bahwa budak kulit hitam tidak hanya digantung, sebelum itu mereka bisa saja dicongkel dulu matanya, dipotong telinganya, dipotong bagian tubuh lainnya, atau kemaluannya. Bahkan yang lebih kejam lagi mereka dikuliti dalam keadaan mati atau hidup.

Alasannya apa? Benci? Apa budak itu melakukan kesalahan? Apa kah budak itu melakukan kejahatan? Atau hanya karena dia adalah orang kulit hitam?

Kalau kita mau berpikir logis, kebencian yang tidak rasional sekali kalau kita membenci orang yang memiliki warna kulit selain warna kulit kita. Tidak rasional sekali kalau kita membenci orang yang tidak se-agama dan kepercayaan dengan kita. Tidak rasional juga kalau kita membenci orang yang tidak sepaham dengan pemikiran kita.

1919, Mahatma Gandhi, India. Beliau menyatakan kemenangan MORAL ketika menerapkan Civil Disobidience dengan tidak melawan, tidak makan, tidak membunuh. Memang hal tersebut terjadi, beberapa orang India yang ditangkap dilepaskan kembali. Kalau ditanya kenapa kita tidak melawan bila kita disakiti baik secara fisik?

James Farmer Jr., dalam debatnya dia mengatakan (saya persingkat menggunakan bahasa saya sendiri)

"Civil Disobidience, is it Moral? Whilst my opponent here said that violence is needed to just the law. When my partners and I saw a black man, alas negro, hung up on tree and burned to death. I saw fear in their eyes. Why is he hung up and burned to death? Did he made a mistake or because he's black? There is no law that help this situation at all,and there is no law that permit them to punish him to death."

"St. Augustine said, 'An unjust law is no law at all"

"So, when I was in that situation, what should I choose? Violence or Civil Disobidience? Then they should be glad, because I choose the latter."

Disitu saya merasakan pernyataan yang sangat hebat... Sampai-sampai saya mengulang adegan itu 2 kali untuk meresapi kata-kata tersebut. Mungkin berlebihan, tapi itu adalah pernyataan yang sangat krusial. Dimana itu terjadi 74 tahun yang lalu, dan herannya sangat mengena dengan keadaan sekarang!

Dimana letak muka hukum di Indonesia? Apa jadinya negara yang notabene katanya adalah negara hukum namun tidak memberlakukan hukumnya dengan benar, justru membuat hukum-hukum tidak jelas (tats mere dissenting voice!!). Terlebih hukum yang sifatnya sepihak, tidak universal setidaknya untuk Indonesia.

Saya pun banyak mendengar oknum-oknum yang mengatas nama kan agama untuk berbuat kekerasan, memukuli orang-orang yang dianggap menyimpang, saya menyimpulkan ini adalah sebuah Unjust Law, selain tidak beretika dan intelektual, mereka adalah orang yang tidak memiliki hukum, atau bahasa kasarnya tentu saja manusia rimba! Sama halnya dengan hukum-hukum yang diluar nalar dan logika, hukuman yang tidak mengenal keberadaban.

Akhir kata saya mencatat satu hal, tim debat Melvin Tolson ini adalah kaum terdidik secara intelektual, dengan gaya bahasa yang tinggi serta perilaku yang santun. Sebaliknya yang dibakar mau pun yang membakar, adalah orang-orang yang tidak berpendidikan dan berpikiran pendek. Orang-orang seperti ini mudah terbakar emosi, dan bergerak untuk melakukan kekerasan. Kesimpulan yang saya peroleh film ini memperkuat pemikiran saya mengenai pentingnya pendidikan untuk membuka gerbang penalaran rasional, memperkuat mental, serta pemberian keputusan yang lebih bijaksana. Saya harap pemikiran ini pun juga disetujui oleh orang banyak.

Semoga semua makhluk berbahagia...

Tuesday, January 6, 2009

Lebih dan Lebih Mencintai Indonesiaku

Bagaikan kekasih dia menangis karena diperselingkuhkan
Tiada yang lebih perih tersayat daripada kedurhakaan buah hati
Yang tidak mengelokan kemolekan dirinya bersinar terang
Namun ditutupi kelambu dekil, terhindar dari mata anak-anaknya

Diperjualkan dirinya pada orang lain dengan persetujuan sepihak
Dengan semena-mena para pembeli itu memperkosa dirinya tanpa ampun
Tiada kemanusiaan dan kecintaan dari sang anak untuk membelanya
Hawa kehidupan yang mulai menipis dan tubuhnya mengering jatuh

Indonesiaku menangis dan bertabah menghadapi perlakuan tidak semestinya
Dirinya sudah tidak memiliki apa-apa lagi tanpa para buah hatinya
Tiada pernah dia mengadu domba anak-anaknya, tiada pernah dia mengizinkan pertikaian
Tiada pernah dia mengeluhkan, ketika sepotong daging, bahkan jantung pun akan diberi

"Apalah artinya aku membesarkan bangsa ini, bila anak-anakku lebih memilih bangsa lain sebagai Ibu-nya?"

"Dimanakah kalian tumbuh dan berkembang? Dan Siapakah yang memberikan kalian berbagai kekayaan alam? Siapa yang memberikan kalian kekayaan budaya?"

"Kalian malah membela IBU lain yang tidak pernah mengajarkan kalian apa pun, dan kalian justru menghantarkan nyawa kalian yang kujaga selama bertahun-tahun lamanya!"