Thursday, March 12, 2009

For Greater Good (Sumpah Pemuda, Mahasiswa, dan Demokrasi)

Sumpah Pemuda, 28 Oktober 1928
lokasi : Indonesische Clubgebouw di Jalan Kramat Raya 106, Jakarta
peserta : Jong Java, Jong Ambon, Jong Celebes, Jong Batak, Jong Sumatranen Bond, Jong Islamieten Bond, PPPI, Pemuda Kaum Betawi, beberapa orang pemuda Tionghoa sebagai pengamat, yaitu Oey Kay Siang, John Lauw Tjoan Hok dan Tjio Djien Kwie serta Kwee Thiam Hong sebagai seorang wakil dari Jong Sumatranen Bond, DAN yang terakhir AR Baswedan pemuda keturunan arab di Indonesia mengadakan kongres di Semarang dan mengumandangkan Sumpah pemuda keturunan arab

* PERTAMA. Kami Poetera dan Poeteri Indonesia, Mengakoe Bertoempah Darah Jang Satoe, Tanah Indonesia.
* KEDOEA. Kami Poetera dan Poeteri Indonesia, Mengakoe Berbangsa Jang Satoe, Bangsa Indonesia.
* KETIGA. Kami Poetera dan Poeteri Indonesia, Mendjoendjoeng Bahasa Persatoean, Bahasa Indonesia.

INILAH SUMPAH SETIA PEMUDA-PEMUDI INDONESIA TERHADAP IBU PERTIWI!!!

Bolehkah saya simpulkan, bahwa rasa persatuan dan kesatuan antar pemuda-pemudi Indonesia dahulu lebih tinggi daripada saat ini? Yang saat ini kita seperti dikotak-kotakan, dibeda-bedakan?

Bolehkah saya simpulkan, bahwa pemuda-pemudi Indonesia dahulu lebih cerdas dan mengerti makna pluralitas serta menghargai perbedaan sebagai kekayaan RI? Yang saat ini pemuda-pemudi gelap mata dan hati lebih memilih perjuangan fisik serta kelakuan emosi?

Bolehkah saya simpulkan, bahwa seharusnya kita MALU sebagai pemuda-pemudi Indonesia??? Kita telah melukai hati para pendahulu kita yang berjuang mencetuskan Sumpah Pemuda dibawah penjajahan Belanda?

Lihatlah begitu indah kesatuan yang dirasa bila kita melihat siapa-siapa yang berada dalam peserta, semua pemuda-pemudi seluruh Indonesia, maupun yang keturunan (tiong hoa atau pun arab) menjunjung tinggi persatuan dan kesatuan bangsa melalui kebudayaannya? Pluralitasnya?

Kapan hari saya melihat top 9 news di metrotv, yang ada hanyalah kekerasan yang dilakukan mahasiswa, berdemo berdemo dan berdemo... Apakah itu yang artinya demokrasi? demokrasi bukan DEMO-krasi... Mahasiswa berhak bersuara, semua lapisan masyarakat berhak bersuara, tapi bukan dalam ajang demo yang menjadi huru-hara kekerasan...

Ingatlah pada status mahasiswa, status pemuda-pemudi Indonesia, kita adalah manusia berpendidikan. Bertindaklah secara cerdas dan kritis, demi perjuangan kita, demi bangsa ini, dan kehidupan yang lebih baik.

semoga semua makhluk berbahagia...

For Greater Good (Belajar Dari Seekor Babi)

Kalau dengar kata babi itu kita memuat persepsi seperti apa?

Daging? Makanan? Jorok? Makian? Najis? Haram?

Tapi kemarin saya belajar dari seekor babi, masih ingatkah dengan film Babe?
Saya yakin semuanya pasti pernah dengar dan melihat film itu. (soalnya sering juga diputar di TV klo lagi ada event hari raya)

Film ini sekilas seperti film anak-anak, toh karakternya adalah seekor babi yang bisa berbicara, dan memiliki teman-teman peternakan lain seperti bebek, sapi, anjing gembala, tikus, ayam, dll. Kisahnya juga berkesan datar kalau dilihat dari ukuran orang dewasa. Belum lagi karakter utama manusianya, Mr. Hogget sendiri orangnya pendiam dan tidak banyak bicara.

Babi itu gunanya untuk apa sih?

Paling gampang digunakan untuk dimakan (bagi yang memakannya)
Kerjanya cuma makan, tidur, main lumpur, makan, tidur, kawin, tidur, makan... dst.

Disini Babe tidak dipotong, menjelang malam natal, perutnya sudah diukur, dan sepertinya dia tinggal digorok dan dimasak saja untuk dijadikan masakan natal keluarga Hogget. Namun dia yang sejak kecil bersama dengan anjing gembala, dia merasa bisa menggembalakan hewan, dia berlatih dengan memisahkan ayam berwarna coklat dan putih.

Disini kesimpulan pertama bahwa babi itu tidak berguna menjadi berubah 180 derajat, bagi Mr. Hogget. Dia tidak membunuh babi kecil itu, justru memperlakukannya seperti hewan peliharaan kesayangannya. Diluar kondisi itu, kita dapat menarik kesimpulan, bahwa orang yang memiliki kemampuan yang berguna akan tetap hidup, sedangkan yang tidak mempunyai kemampuan atau tidak menarik keluar kemampuan yang dia miliki maka dia akan 'mati'.

Orang kadang lupa dan belum berusaha memaksimalkan apa yang dia miliki, cukup dengan apa yang dia bisa, apa yang dia terima, tapi tidak ada dorongan untuk mengembangkan diri. Bukan tidak bisa atau tidak mampu, hanya karena niat yang tidak teguh.

Babe berbeda dengan anjing penggembala yang bernama Fly dan Rex, mereka menggiring domba dengan paksaan, dengan makian, dengan kata perintah. Babe dengan rendah hati meminta para domba untuk mengikuti petunjuknya. Ketika domba-domba itu berhadapan dengan Fly, si anjing betina, dia menganggap Fly adalah makhluk yang tidak beradab serta kasar tabiatnya. Sedangkan dari sisi Fly, domba-domba adalah makhluk bodoh yang tidak memiliki otak.

"communication is power" begitu yang saya dengar, miscom setitik rusak seluruhnya. Biasanya tanpa kita sadari adanya miskomunikasi, dengan bayang-bayang sendiri berpikir begini begitu malah membuat salah paham semakin parah. Parahnya lagi kalau sudah diomongkan masih nggak nyambung juga. Bisa jadi kita sudah merasa benar, orang lain yang salah, tapi tidak menutup kemungkinan orang lain berpikiran yang sama dengan kita.

Kata-kata yang keras membuat orang semakin defensif, dan bisa memicu anarki. Kata-kata yang lembut bisa membuat orang terbuka, dan nyaman untuk berbicara. Kehidupan itu sederhana, namun pikiran manusia yang membuatnya rumit, sehingga kelembutan sendiri juga bisa dijadikan miskom. Untuk memahami kelembutan dibutuhkan pemahaman yang dalam dan kompleks, sedangkan untuk memahami kemarahan hanyalah kesabaran.

semoga semua makluk berbahagia~

Tuesday, March 3, 2009

For Greater Good (Talk about religions)

Agama membawa serta kebudayaan, adat, dan busana asal agama tersebut dicetuskan. Hal ini harus dipahami sebagai suatu kemakluman bukan keharusan dan kewajiban.

Banyak penyelewengan agama yang harus kita waspadai, dan bagaimana kita bertindak cerdas untuk menghadapi hal-hal tersebut. Sejak fanatisme yang berlebihan telah mengubah pola pikir, dan pendoktrinan untuk membodohi kemampuan berpikir cerdas banyak hal-hal tidak lazim terjadi.

Sejak umat manusia mengkotak-kotak kan darimana negara asal agama, jadinya banyak kesimpulan-kesimpulan mengenai agama serta umatnya. Contoh di Indonesia, Islam pasti mayoritas masyarakat Jawa, Kristen/Katolik pasti mayoritas masyarakat non Jawa, Hindu mayoritas masyarakat Bali, Budha pasti mayoritas masyarakat keturunan tiong hoa. Entah karena pengaruh pemerintahan Soeharto, pendoktrinan turun temurun, atau kesenjangan sosial maka dari waktu ke waktu semua menjadi terkotak-kotak seperti itu.

Apakah yang beragama Hindu itu hanya orang Bali?
Apakah Budha hanya membatasi orang keturunan tiong hoa?
Apakah orang Jawa tidak boleh beragama Nasrani?
Apakah orang non jawa tidak boleh beragama Islam?

Agama tidak pernah memilih umatnya, umatnya lah yang memilih agamanya. Kita tidak bisa menyalahkan orang beragama lain dengan agama kita, kita juga tidak boleh menganjurkan agama apa yang harus dianut orang tersebut, karena agama lah yang menuntun jalan hidup kita, maka hendaknya kita sendiri memilih yang terbaik bagi diri kita sendiri.

Banyak sekali hal-hal konyol yang pernah saya dengar dan alami sendiri, seperti membaca mantra dewa bumi 1000 kali maka saya akan mendapat berkah, menjual bunga-bunga sembayangan mengumpulkan pahala, dapat menggaet orang masuk ke agama apa maka mendapat berkah, paling kejam adalah membunuh satu orang non agama apa akan masuk ke surga. Ada lagi yang konyol, memelihara janggut panjang maka akan merasakan kenikmatan sorga dunia atau bagaimana lah.... tidak logis sama sekali.

Sekarang pengaruh paling merusak dari suatu agama adalah sama seperti perang, yaitu menghilangkan sebuah kebudayaan dan keberadaban yang sudah ada sejak ratusan tahun. Ambillah beberapa contoh, sejak masuknya agama nasrani dan revolusi industri, pola busana di Indonesia berubah. potongan rambutnya, kemeja, jas, dasi, celana kain, sepatu kulit, dan bahkan bentuk kumis pun berubah.
Atau agama Islam, membuat semua orangnya seperti orang Arab semua. Bentuk baju menjadi burka semua, alias jilbab berkerudung semua, pemakaian baju koko, dan pemeliharaan jenggot dll.

Baiknya berbusana apa pun adalah pilihan tiap individu, entah mau berjilbab atau tidak, memakai baju koko atau jas. Tapi tidaklah perlu adanya tambahan kata-kata menambah iman, harus, wajib, sudah peraturannya dsb. mengubah penampilan tidak mengubah iman kalau pemikiran tidak ikut berubah.

Kenapa Bikkhu Theravadda memakai selembar jubah saja? Karena mereka berlatih supaya tiada kemelekatan terhadap hal-hal duniawi. Hampir sama dengan pendeta Hindu, romo, dan suster.
Dalam berpakaian memang tidak memberikan pengaruh yang besar (toh siapa yang mau pakai selembar jubah ke mall). Hanya berpengaruh pada bidang arsitektur saja.

Kenapa agama Islam mengenakan jilbab, burka, baju koko, dan memelihara jenggot? Dengan minta maaf sekali, saya mencoba menjelaskan menurut nalar saya. Bahwa di Arab sana, sedikitnya jumlah air, banyaknya pasir, dan adanya badai pasir pula, maka pakaian mereka seperti itu, jilbab dan burka (kerudung yang menutup seluruh wajah kecuali mata) dikarenakan untuk melindungi rambut, wajah, dan tubuh dari angin berpasir. Kalau tidak mengenakan pakaian seperti itu, badan menjadi kotor, sedangkan air untuk mandi saja susah. Saya pikir ini adalah suatu fenomena yang kurang pas di Indonesia, karena di Indonesia suhunya lembab, negara tropis, rentan hujan, dan kalau di daerah yang lembab malah bisa jamuran. kalau rambut di kerudungi seperti itu... yah bisa dipikirkan akibatnya bagaimana.

Sekarang kita taruh contoh pulau Bali, yang disebut dengan Pulau Dewata, misalkan saja semua masyarakatnya menjadi beragama islam, semua diwajibkan berjilbab, memakai burka, memakai baju koko dsb. Hasilnya?

Tidak ada lagi tari Bali, tidak ada lagi pakaian adat Bali, tidak ada lagi Pulau Dewata.

Bila tidak ada lagi Pulau Dewata = tiada lagi turis (yang penghasilan utama pulau Bali, dan penyumbang devisa negara) Turis tidak akan tertarik lagi dengan pulau Dewata yang tidak ada lagi "dewata" nya.

Terkenang dengan selirik lagu "kembalikan baliku padaku" yang pernah saya dengar waktu kecil, apakah berarti penyabotasean budaya di Bali pun sudah terjadi?

Sepertinya banyak manusia yang lupa, agama merupakan pembelajaran bagaimana hidup baik, bukan mengatur bagaimana cara berpakaian, atau berpenampilan. Agama lebih ke perubahan pola pikir, pola hidup menjadi baik, membersihkan hati dari kekotoran batin.

Sejak kapan agama dimiliki oleh salah satu negara?

Ketika kita menekankan bahwa agama adalah UNIVERSAL maka agama tidak memiliki negara...


semoga semua makhluk berbahagia

For Greater Good (about Pilpres and how they advertise)

Iklan-iklan Pilpres yang bahkan mendahului caleg sudah mengalami repetisi kampanye yang serupa dari waktu ke waktu. Dalam majalah Tempo dikatakan sepanjang jalan banyak sekali poster-poster, spanduk-spanduk dan media kampanye lainnya, namun yang dia ingat justru iklan XL yang menampilkan gambar simpanse. Weird right? Karena yang ditampilkan adalah tampilan seragam, yang berjilbab, yang diurai, yang berpeci, merah, kuning, hijau, semuanya memiliki tampilan yang sama. Foto itu sama seperti ketika kita sedang membuat pas foto, dengan terpaksa kita sedikit senyum supaya lebih manis daripada cemberut seperti foto napi. Tidak ada istimewanya, tidak ada yang menarik, dan tidak ada yang bisa dihebohkan walaupun mereka mencantumkan gelar-gelar sangat keren seperti Mcs atau PhD. Alhasil melihat simpanse tersenyum adalah hal yang berbeda sehingga kita menjadi ingat.

Belum lagi dampak yang dihasilkan dari kampanye gak berguna itu. Mereka mengotori tempat, memaku disembarang pohon, menempel dan menghamburkan kertas (yang lama-lama semakin mahal!!!) di tembok-tembok rumah orang dengan atau tanpa izin. Mungkin ada yang bisa memanfaatkan hal itu ya, tukang jual makanan seperti tukang jual kacang atau gorengan mungkin, dijadikan bungkus makanan begitu.

Seandainya para calon legislatif atau pun calon presiden yang berkampanye menyadari, atau tim suksesnya, sepertinya mereka harus think out from the box. Mengkampanyekan calon legislatif atau presiden sama sekali berbeda dengan mengkampanyekan barang dagang atau jasa atau acara. Poster? OK! Selebaran? OK! Stiker? OK! Baliho? OK! Tapi rasanya ada yang kurang... walaupun sudah jor-joran keluar duit untuk membuat semua itu di seluruh daerah atau di seluruh Indonesia, kalau tenyata hasilnya malah membuat orang bingung terus bagaimana? Padahal sudah keluar uang sangat banyak.

Uang jor-jor an itu bisa menjadi bibit korupsi ketika si caleg atau capres sudah terpilih. Logika saya dan teman saya, semua promosi diri itu membutuhkan banyak uang, bahkan bisa jadi mereka berhutang dll. Nah, kalau mereka sudah terpilih jadinya ada kemungkinan korup.

Dari bincang-bincang dari teman, saya baru dengar ada caleg yang belum lulus dari S1. Ini gila. Kalau memang nanti yang dipilih itu tidak lulus S1, sama saja orang bodoh mempimpin orang bingung. Lebih gilanya lagi, mencalonkan karena mereka taunya kalau jadi pejabat gitu tuh dapet duit gajinya banyak. Kalau kualitas gak ada, mereka bakal jadi calon pemimpin bagaimana? Seperti PNS yang rela menyuap bayar berpuluh-puluh juta supaya mereka bisa kerja enak (katanya), idealnya kalau punya duit berpuluh-puluh juta buat beli pekerjaan, kenapa gak dipakai untuk membuat pekerjaan? Bekerja sendiri akan lebih bebas dan enak kan?

Kalau pendapat pribadi, kenapa calon legislatif tidak berpidato dan membuat tanya jawab terbuka dengan calon rakyat yang akan mereka pimpin?
Demikian pula dengan presiden, kenapa tidak kita biarkan mereka berpidato dan membuat debat terbuka ditampilkan di seluruh stasiun televisi Nusantara, sehingga baik yang berada di tempat langsung dan semua masyarakat Indonesia dapat melihat, mendengar, dan menentukan pilihan kepada siapa mereka akan memilih. Hasilnya dibayangkan seperti ini, seorang Presiden yang dipilih mutlak oleh masyarakatnya, dan dicintai oleh masyarakatnya.

Kenapa? Selain mereka berpromosi, kita juga bisa melihat kualitas dari capres yang kita pilih. Kita juga bisa menyeleksi capres-capres yang tidak berkualitas. Kalau hal seperti itu tidak dilaksanakan sejak dulu, mungkin para capres takut ketauan bosoknya kali ya? Mereka cuma berani berkata-kata dan mengobral janji diatas kertas supaya tidak bisa didebat, membiarkan para pendukungnya yang ribut sendiri mempertahankan "idola"nya. Akhirnya masyarakat tetap menjadi masyarakat bingung...

semoga semua makhluk berbahagia~

For Greater Good (keep your mind better)

"Dibalik Pria Sukses Adalah Seorang Wanita Yang Hebat"

Ketika muncul "fatwa" yang mengekang wanita, dan membodohkan wanita apa yang akan terjadi pada para pria? Mungkin mereka tidak kekurangan secara fisik, namun kebodohan itu akan menyebar sampai ke urat otak dan keturunan.

Saya hanya memberikan pemikiran yang saya pikir itu bisa diterima secara logis.
Sudah pada dasarnya seorang wanita itu memiliki sifat Ibu, sifat penyabar, sifat lembut, memiliki self control yang lebih baik, dan pengayom baik anak maupun keluarga. Seorang wanita yang pandai, dia akan menjadi hebat, dan akan bertindak sebagai penyeimbang keluarganya. Apabila wanita bodoh?

Ketika wanita dibuat bodoh, sifat penyabar itu tidak tampak, keibuan terpendam, self control yang tidak baik, tidak bisa mengayom anak atau keluarga. Maka seorang wanita yang bodoh, akan menjadikan keluarganya "bangkai kapal" sudah bukan "kapal karam" lagi. Wanita yang dibodohi, ditindas, atau ditekan yang muncul adalah kelemahan mental.

Kalau sampai fatwa-fatwa konyol diberlakukan benar-benar, maka Indonesia tidak akan menjadi "Pria Sukses", apa lagi fatwa-fatwa yang mengurung wanita dan memvonis bahwa wanita adalah sumber penipuan dan dosa. Ini hal yang gila, maka kembali kepada pernyataan diatas bahwa pembodohan wanita akan menjadi senjata makan tuan bagi pria. Apalagi dengan mengatakan perempuan yang ciptaan Yang Maha Esa sendiri sebagai sumber dosa, yang benar saja? Mereka telah mengkritik ciptaan Tuhan, dan menjilat ludah sendiri setelah mengucapkan makhluk ciptaan Tuhan itu sempurna?

Ada pun fatwa yang sekarang muncul masuk ke dunia politik. Entah ini oknum darimana atau punya niat apa, atau memang kurang kerjaan.... golput adalah haram. Gila saya pikir, keberadaan Tuhan digantikan dengan yang namanya haram-halal. Saya berdiskusi dan masih belum bisa memikirkan bagaimana penyelesaian yang baik, namun bila golput haram otomatis semua masyarakat muslim diwajibkan untuk memilih. Apa yang terjadi bila di daerah-daerah dimana komunikasi digital jarang, juga jarang tersentuh dunia politik, berpikiran masih adem ayem saja disuruh milih. Kemungkinan ada kecenderungan mereka akan memilih partai Islam, yang perlu diwaspadai adalah turun tangannya orang-orang yang menyalahgunakan agama Islam (penganut radikal dan anarki) menyuruh, merayu, atau bahkan memaksa mereka agar memilih partai yang (maaf) tidak benar.

Saya berpikir semua hal ini adalah janggal, abnormal yang dianggap normal. Dunia sungguh sudah terbalik. Apakah ada penyelesaian yang terbaik? Atau kah negara yang sakit ini sudah tidak memiliki obat lagi?

Tahukah Anda, ketika seekor anjing sakit dan tidak tertolong lagi maka untuk mempercepat kematiannya dia disuntik mati. Apa Indonesia harus disuntik mati supaya terlahir kembali?

Berdoa dan terus berdoa serta memberikan yang terbaik baik Indonesia dengan penuh cinta, semoga kondisi membaik dan sehat kembali....

(mari kita tendang virus2 itu)

Semoga semua makhluk berbahagia...