Tuesday, March 3, 2009

For Greater Good (Talk about religions)

Agama membawa serta kebudayaan, adat, dan busana asal agama tersebut dicetuskan. Hal ini harus dipahami sebagai suatu kemakluman bukan keharusan dan kewajiban.

Banyak penyelewengan agama yang harus kita waspadai, dan bagaimana kita bertindak cerdas untuk menghadapi hal-hal tersebut. Sejak fanatisme yang berlebihan telah mengubah pola pikir, dan pendoktrinan untuk membodohi kemampuan berpikir cerdas banyak hal-hal tidak lazim terjadi.

Sejak umat manusia mengkotak-kotak kan darimana negara asal agama, jadinya banyak kesimpulan-kesimpulan mengenai agama serta umatnya. Contoh di Indonesia, Islam pasti mayoritas masyarakat Jawa, Kristen/Katolik pasti mayoritas masyarakat non Jawa, Hindu mayoritas masyarakat Bali, Budha pasti mayoritas masyarakat keturunan tiong hoa. Entah karena pengaruh pemerintahan Soeharto, pendoktrinan turun temurun, atau kesenjangan sosial maka dari waktu ke waktu semua menjadi terkotak-kotak seperti itu.

Apakah yang beragama Hindu itu hanya orang Bali?
Apakah Budha hanya membatasi orang keturunan tiong hoa?
Apakah orang Jawa tidak boleh beragama Nasrani?
Apakah orang non jawa tidak boleh beragama Islam?

Agama tidak pernah memilih umatnya, umatnya lah yang memilih agamanya. Kita tidak bisa menyalahkan orang beragama lain dengan agama kita, kita juga tidak boleh menganjurkan agama apa yang harus dianut orang tersebut, karena agama lah yang menuntun jalan hidup kita, maka hendaknya kita sendiri memilih yang terbaik bagi diri kita sendiri.

Banyak sekali hal-hal konyol yang pernah saya dengar dan alami sendiri, seperti membaca mantra dewa bumi 1000 kali maka saya akan mendapat berkah, menjual bunga-bunga sembayangan mengumpulkan pahala, dapat menggaet orang masuk ke agama apa maka mendapat berkah, paling kejam adalah membunuh satu orang non agama apa akan masuk ke surga. Ada lagi yang konyol, memelihara janggut panjang maka akan merasakan kenikmatan sorga dunia atau bagaimana lah.... tidak logis sama sekali.

Sekarang pengaruh paling merusak dari suatu agama adalah sama seperti perang, yaitu menghilangkan sebuah kebudayaan dan keberadaban yang sudah ada sejak ratusan tahun. Ambillah beberapa contoh, sejak masuknya agama nasrani dan revolusi industri, pola busana di Indonesia berubah. potongan rambutnya, kemeja, jas, dasi, celana kain, sepatu kulit, dan bahkan bentuk kumis pun berubah.
Atau agama Islam, membuat semua orangnya seperti orang Arab semua. Bentuk baju menjadi burka semua, alias jilbab berkerudung semua, pemakaian baju koko, dan pemeliharaan jenggot dll.

Baiknya berbusana apa pun adalah pilihan tiap individu, entah mau berjilbab atau tidak, memakai baju koko atau jas. Tapi tidaklah perlu adanya tambahan kata-kata menambah iman, harus, wajib, sudah peraturannya dsb. mengubah penampilan tidak mengubah iman kalau pemikiran tidak ikut berubah.

Kenapa Bikkhu Theravadda memakai selembar jubah saja? Karena mereka berlatih supaya tiada kemelekatan terhadap hal-hal duniawi. Hampir sama dengan pendeta Hindu, romo, dan suster.
Dalam berpakaian memang tidak memberikan pengaruh yang besar (toh siapa yang mau pakai selembar jubah ke mall). Hanya berpengaruh pada bidang arsitektur saja.

Kenapa agama Islam mengenakan jilbab, burka, baju koko, dan memelihara jenggot? Dengan minta maaf sekali, saya mencoba menjelaskan menurut nalar saya. Bahwa di Arab sana, sedikitnya jumlah air, banyaknya pasir, dan adanya badai pasir pula, maka pakaian mereka seperti itu, jilbab dan burka (kerudung yang menutup seluruh wajah kecuali mata) dikarenakan untuk melindungi rambut, wajah, dan tubuh dari angin berpasir. Kalau tidak mengenakan pakaian seperti itu, badan menjadi kotor, sedangkan air untuk mandi saja susah. Saya pikir ini adalah suatu fenomena yang kurang pas di Indonesia, karena di Indonesia suhunya lembab, negara tropis, rentan hujan, dan kalau di daerah yang lembab malah bisa jamuran. kalau rambut di kerudungi seperti itu... yah bisa dipikirkan akibatnya bagaimana.

Sekarang kita taruh contoh pulau Bali, yang disebut dengan Pulau Dewata, misalkan saja semua masyarakatnya menjadi beragama islam, semua diwajibkan berjilbab, memakai burka, memakai baju koko dsb. Hasilnya?

Tidak ada lagi tari Bali, tidak ada lagi pakaian adat Bali, tidak ada lagi Pulau Dewata.

Bila tidak ada lagi Pulau Dewata = tiada lagi turis (yang penghasilan utama pulau Bali, dan penyumbang devisa negara) Turis tidak akan tertarik lagi dengan pulau Dewata yang tidak ada lagi "dewata" nya.

Terkenang dengan selirik lagu "kembalikan baliku padaku" yang pernah saya dengar waktu kecil, apakah berarti penyabotasean budaya di Bali pun sudah terjadi?

Sepertinya banyak manusia yang lupa, agama merupakan pembelajaran bagaimana hidup baik, bukan mengatur bagaimana cara berpakaian, atau berpenampilan. Agama lebih ke perubahan pola pikir, pola hidup menjadi baik, membersihkan hati dari kekotoran batin.

Sejak kapan agama dimiliki oleh salah satu negara?

Ketika kita menekankan bahwa agama adalah UNIVERSAL maka agama tidak memiliki negara...


semoga semua makhluk berbahagia

No comments: